Bangsa Berkarakter? Why Not!!Akhir-akhir ini kita di disuguhi dengan berita-berita kekerasan yang terjadi dikalangan remaja khususnya pelajar dan mahasiswa. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu memenuhi mass media. seperti mencuatnya kasus kekerasan yang dilakukan geng Nero, sebuah geng pelajar didaerah Pati Jawa Tengah. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Tulungagung dan beberapa kota lainnya. Tak hanya itu kasus penganiaayaan juga kerap terjadi. Di IPDN dan beberapa kampus lain terjadi penganiayaan atas nama pengemblengan mental, seorang senior tega menganiaya juniornya. Banyaknya kasus yang terungkap,tak membuat kasus kekerasan ini berhenti.
Pada tanggal 1 maret 2009, diRadar Bojonegoro, saya(red_)membaca tentang kasus terungkapnya sebuah Video mesum dua orang pelajar di kota Tuban, yang sempat membuat kelabakan kalangan pendidik di kota tersebut. Hal ini menambah daftar potret buram system pendidikan dan pranata social kita.
Lain lagi dengan prilaku orang tua, saya pernah membaca banyak orang tua yang kasak kusuk ingin membeli soal ujian dan menyogok guru agar anaknya dapat memperoleh nilai bagus. Bahkan banyak orang tua yang rela menyogok hingga bersedia membayar Joki agar anaknya dapat masuk sekolah atau perguruan tinggi yang di anggap favorit.
Semua itu menunjukkkan betapa dekandensi moral telah menjadi penyakit kronis masyarakat Indonesia. Belum lagi masalah serius lain seperti, kasus narkoba,penggunaan bahas yang memburuk, semakin mengaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunnya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, dan membudayannya prilaku ketidakjujuran, hal ini terbukti dengan gagalnya program “Kafe Kejujuran” yang sempat di gulirkan pemerintah beberpa waktu lalu.. padahal menurut Thomas Lickona seperti yang dikutip Ratna Megawangi, kasus diatas merupakan tanda-tanda kehancuran sebuah bangsa.
Lalu siapa yang bertanggung jawab? Pemerintah dan wakil rakyat? padahal beberapa di antara mereka saja masih banyak yang menunjukan karakter yang memprihatinkan. Praktik KKN menjadi budaya yang merupakan pelanggaran moral (ketidakjujuran, tidak bertanggung jawab, rendahnya komitmen pada nilai-nilai kebaikan) yang menambah beban sulitnya negeri bangkit dari krisis Multidimensi. Pemegang kebijakan tayangan di media juga menunjukan hal yang bertentangan dengan keinginan public untuk memperbaiki kualitas tontonan terutama yang di konsumsi anak-anak.
Fenomena-fenomena yang kita saksikan itu semua bermuara pada salah satu sebab-selain sebab utama bobroknya system pemerintahan kita-yaitu krisis karakter. Sebenarnya jika kita mengacu pada sejarah bangsa ini , Indonesia memiliki ciri khas karakter yang luhur seperti rukun, damai, gotong royong, ramah, dermawan dan lainnya. Tapi semua itu kini telah bergeser. Generasi muda kita lebih menyukai gaya hidup yang bernuansa hedonis, Snobish, konsumtif dan egois. Padahal karakter bangsa ini tidak terlepas dari system pendidikan yang diterapkan. Jadi apa yang salah dengan system pendidikan kita?padahal ada beberapa mata pelajaran yang yang berisikan pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama dan PPKn. namun proses ini hanya dilakukan dengan pendekatan hafalan(kognitif). Yang hanya berorientasi pada bagusnya nilai saat menjawab soal, maka bagaimana pelajaran itu bisa berdapak pada perubahan prilaku, tidak pernah diperhatikan.
Sehingga bentuk-bentuk penyimpangan akan terus berlanjut seperti gambaran pelajar diatas adalah jauh dari gambaran remaja yang terdidik yang mempunyai karakter, berbudi luhur dan bertanggung jawab. Termasuk juga perilaku orang dewasa yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah moral, yang juga merupakan produk dari bagaimana mereka dididik sebelumnya. Hal ini berarti banyak orang Indonesia yang cerdas otaknya, tetapi tidak cerdas secara emosi yang berdampak negative terhadap kualitas SDM Indonesia secara keseluruhan. Karena pada kenyataaannya, saat ini system pendidikan kita sangat mengedepankan kemampuan kognitif semata. Hal tersebut terlihat bagaimana banyaknya orang tua yang masih menganggap keberhasilan akademik anak hanya bisa dilihat dari pencapaiaan angka dan rangking, bukan pada proses belajar, hal ini akan menyebabkan orang tua dan guru memaksa anak untuk belajar keras, ikut les ini itu karena harus mencapai target. Sehingga jangan heran ketika banyak orang tua yang berlomba mencari sekolah-sekolah yang dirasa telah terbukti menghasilkan lulusan dengan angka NEM yang tinggi. Padahal disamping kemampuan kognitif, kematangan emosi yang bersumber pada kematangan karakter anak, mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan anak di masa depan.
Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter, yang membentuk manusia tidak hanya menjadi seseorang yang Smart(pintar) tapi juga Good(baik/bijak). Maka pendidikan karakter menjadi sangat penting dilakukan saat ini, yaitu pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter anak.
Lalu, jika kita ingin menanamkan karakter, fase mana yang paling tepat? Banyak yang mengatakan bahwa usi 3-6 tahun disebut-sebut sebagai golden age. Dan menurut beberapa pakar, bahwa pada fase ini anak mempunyai karakteristik antara lain mengenal lingkungan sekeliling, mulai mengenal yang benar dan salah, dan usia yang penuh dengan eksplorasi. Oleh karena itu pada usia ini ciptakan kondisi lingkungan yang dapat dijadikan teladan oleh anak. Selain lingkungan rumah, lingkungan luar rumah dimana anak biasa berinteraksi, juga diusahakan pula dapat menjadi teladan bagi anak. Salah satu adalah lingkungan sekolah.
Sekolah/ taman bermain diusahakan tidak memberikan beban berat bagi anak. Sudah selayaknya pada usia ini anak ditanamkan pendidikan karakter agar tertanam kuat dan untuk bekalnya dikemudian hari. Tempat pendidikan Pra sekolah menjamur , namun secara umum ada masalah yaitu kurikulum yang belim menitik beratkan pada penanaman karakter.
Insan Kamil = Sekolah Berkarakter
Melihat hal tersebut PG-TK Insan Kamil mulai mencoba menawarkan pendidikan alternative menghadapi situasi diatas. Yaitu dengan mencoba mengimplementasikan pendidikan yang berbasis karakter sejak dini dibingkai dalam 9 pilar yaitu ;1. cinta kebenaran; 2. tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian; 3. amanah dan kejujuran; 4. hormat dan santun ; 5. kasih sayang, kepedulian dan kerjasama; 6. percaya diri, kreatif dan pantang menyerah; 7. keadilan dan kepemimpinan; 8. baik dan rendah hati; 9. toleransi dan kedamaian. Kegiatan 9 pilar ini di integrasikan dengan kegiatan di 6 sentra yang sudah ada. Dalam kegiatan ini di upayakan untuk mengajak anak mempraktekkan apa yang yang dipelajari. Dengan metode ini anak dan guru sama-sama ‘menemukan’ ilmu pengetahuan.
Hampir satu tahun sudah Insan Kamil mencoba menimplementasikan pendidikan .berbasis karakter ini. Alhamdulillah hasilnya cukup mengembirakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil respon orang tua baik melalui kuisener evaluasi maupun dari cerita-cerita mereka tentang perkembangan karakter pada anak-anak. Insan Kamil berupaya mengajak semua komponen(orang tua, linkungan masyarakat) untuk bersama-sama membangun generasi yang berkarakter mulai dari pendidikan sejak dini. Jika memungkinkan untuk tahapan pendidikan selanjutnya.
Anak-anak kita adalah tanggung jawab kita bersama. Kita adalah pemimpin bagi mereka. Jangan sampai kita lalai mendidik mereka . sabda Rasulullah yang diriwayatka Bukhari dan muslim menyatakan bahwa:”lalai mendidik anak adalah sebab terhalangnya masuk surga”. Mari kita jaga anak-anak kita. Mereka adalah milik zamannya. Kita menyemai karakter dalam dirinya, insya Allah menuai kebaikan suatu hari nanti. Kita masih punya waktu untuk berbuat dan menyelamatkan mereka dan bangsa ini. Semoga…..Dan doa yang teriring”Semoga kebaikan selalu memenuhi hati kita dan menyebar luas untuk menyentuh makhluk hidup lainnya”
(lie_diolah dari buku pendidikan karakter karya Ratna Megawangi)
(dimuat di tabloid insan kamil edisi maret 2009)