Kamis, 16 Oktober 2014
Perlukah Pendidikan Seks?
Beberapa berita akhir-akhir ini menjadikan kita merinding dibuatnya. Berita tentang keterpurukan sistem sosial kita. Berita tentang penyebaran media porno yang menggila dan itu nyata disekitar kita. Tanpa kita sadari kita sudah terkungkung dalam kondisi sosial yang benar-benar membuat kita harus siaga. Beberapa ibu-ibu banyak mengeluhkan hal itu. Ancaman degradasi moral generasi membuat mereka ketar-ketir. Betapa tidak, beberapa waktu lalu diberitakan ada seorang ibu yang melapor kepihak berwajib, lantaran resah dengan penyebaran media porno, disinyalir VCD power ranger yang dibelinya dari pedagang kaki lima disekitar mal(pasar swalayan) yang sebenarnya bercover film robot yang disukai anaknya ternyata isinya sebuah adegan porno yang tak layak di tonton oleh anak-anak . Tak hanya itu beberapa mainan anak-anak tak luput dari incaran para mafia penyebaran media ini. Mainan sinar laser yang yang diduga pantulan sinarnya dapat memantulkan gambar porno. Mainan khas anak-anak seperti kwartet dan mainan bongkar pasang pun tak lepas dari gambar-gambar seronok media porno. Tak hanya itu, gempuran media yang menayangkan adegan porno membawa dampak mencuatnya kasus-kasus permekosaan yang pelaku dan korbannya adalah anak-anak . Sudah sebegitu hancurkah pranata sosial kita? Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menjaga anak-anak kita dari serbuan media porno?
Banyak solusi yang ditawarkan untuk menangulangi serbuan media porno dan pengaruhnya terhadap anak-anak. Salah satunya adalah memberikan pendidikan seks pada anak. Akan tetapi banyak perdebatan tentang perlu tidaknya pendidikan seks ini diberikan pada anak-anak. Hal ini bermula dari keprihatinan terhadap adanya gejala seks bebas pada remaja yang disinyalir karena rendahnya tingkat pengetahuan mereka tentang seksualitas. Karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk memasyarakatkan pendidikan seks kepada remaja, bahkan setelah banyak kasus penyalahgunaan seks pada anak, banyak yang berpendapat bahwa pendidikan seks harus diberikan sejak dini. Jika perlu, di bangku pra sekolah pun ada kurikulum yang membahas pendidikan seks. Benarkah sepenting itu pendidikan seks untuk anak?. Bagaimana Islam memandang hal tersebut?
Pendidikan seks sendiri memiliki banyak pengertian, tergantung pada sudut pandang yang dipakai. Dalam bukunya tentang mendidik anak Dr. Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak Ia mengerti masalah-masalah yang berkaitan seks, naluri dan perkawinan dengan landasan nilai-nilai agama. Dengan begitu mereka akan menjadi tahu masalah-masalah yang dibolehkan atau dilarang oleh agamanya.
Islam adalah agama yang sempurna. Dalam Islam pendidikan seks merupakan bagian yang integral dari pendidikan akidah, akhlak dan ibadah. Terlepasnya pendidikan seks dari ketiga unsur tadi menyebabkan ketidak jelasan arah dari pendidikan seks itu sendiri, bahkan akan menimbulkan penyimpangan dari tujuan asal manusia melakukan kegiatan seksual dalam rangka pengabdian kepada Allah.
Orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan anak, termasuk pendidikan seks. Orang tua dituntut memiliki kepekaan, ketrampilan dan pemahaman agar mampu memberi informasi dalam porsi tertentu tentang seksualitas, yang justru tidak membuat anak semakin bingung atau penasaran. Jadi, dalam hal ini, sesungguhnya tidak mutlak diperlukan adanya kurikulum yang membahas khusus tentang pendidikan seks di sekolah-sekolah.
Ada beberapa pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diajarkan pada anak-anak sebagai suatu hal yang alamiah.
Pertama, menanamkan rasa malu pada anak. Penanaman ini harus dilakukan sejak anak masih kecil. Jangan biasakan anak-anak, meski masih kecil, bertelanjang didepan orang lain: misalnya ketika habis mandi, berganti baju, dan sebagainya. Membiasakan anak sejak kecil untuk menutup aurat yang juga penting untuk menanamkan rasa malu.
Kedua, Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah dengan perbedaan yang mendasar. Perbedaan ini bukan untuk dijadikan alat untuk saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi peran yang berbeda. Maka dari itu Islam memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah tetap terjaga, laki-laki tetap maskulin dan perempuan senantiasa berkepribadian feminim dengan membiasakan anak-anak berpakaian sesuai jenis kelaminnya.
Ketiga, memisahkan tempat tidur mereka. Saat usia anak mulai menjelang baligh (antara 7-10 tahun), pemisahan tempat tidur adalah upaya untuk menanamkan kesadaran anak tentang eksistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan orang tuanya, setidaknya anak akan belajar mandiri. Anak juga akan belajar melepaskan prilaku lekatnya(attachmen behavior) dengan orangtuanya. Jika pemisahan tempat tidut tersebut dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
Keempat, Mengenalkan waktu berkunjung. Maksudnya disini adalah mengenalkan waktu dimana anak-anak tidak diperbolehkan memasuki kamar orang dewasa kecuali meminta ijin terlebih dahulu, diantaranya : waktu sebelum subuh, tengah hari dan setelah sholat isya’. Aturan ini ditetapkan mengingat itu adalah waktu aurat dimana aurat orang dewasa banyak terbuka(lihat Al-Ahzab:13). Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka Ia akan menjadi anak yang memiliki sopan santun dan etika yang luhur.
Kelima, mendidik etika berhias. Berhias, juga dapat menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa jika tidak diatur sebagaimana mestinya sebagaimana Islam mengajarkannya. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk berbuat maksiat.
Keenam, mengenalkan mahramnya. Dengan mengetahui kedudukan mahramnya, diharapkan anak akan mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan orang diluar mahrom dirinya. Inilah salah satu hal terpenting dalam memperkenalkan kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak.sehingga dapat diketahui dengan tegas Islam mengharamkan Incest.
Ketujuh, Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan matanya. Tertarik pada lawan jenis adalah fitrah, namun jika fitrah itu dibiarkan bebas tanpa kendali, maka yang terjadi adalah kehidupan manusia itu sendiri.
Begitu pula mata yang dibiarkan melihat gambar atau film yang mengandung unsur pornografi. Karena itu jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
Kedelapan, Mengenalkan tentang mimpi basah dan Haid. Mengenalkan anak tentang mimpi basah dan haid tidak hanya mengenalkan mereka akan tanda-tanda baligh atau dewasa, akan tetapi juga memahamkan mereka tentang pendekatan fisiologis dan psikologis. Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah baligh yang wajib terikat dengan hukum syara’. Artinya mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab sebagai hamba Allah yang taat.
Itulah beberapa hal yang dapat diajarkan kepada anak yang berkaitan dengan pendidikan seks.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lilik Istianah. Diberdayakan oleh Blogger.

0 komentar:
Posting Komentar